PENGERTIAN
PengertianGagal
ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif,
dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG)
kurang dari 50 ml/menit (Suhardjono, dkk, 2001). Sedangkan menurut
Mansjoer (2001) gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan ireversibel. Menurut Brunner dan Suddarth (2001),
gagal ginjal kronik atau penyakti renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah).
ETIOLOGI
Menurut
Mansjoer (2001) etiologi dari gagal ginjal kronik adalah
glomerulonefritik, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal
polikistik, nefropati, diabetik, penyebab lain seperti hipertensi,
obstruksi, gout, dan tidak diketahui.
KLASIFIKASI
1. GGK Stadium 1 : LFG > 90 ml/menit
2. GGK Stadium 2 : LFG 60 - 89 ml/menit
3. GGK Stadium 3 : LFG 30 - 59 ml/menit
4. GGK Stadium 4 : LFG 15 - 29 ml/menit
5. GGK Stadium 5 : LFG < 15 ml/menit
PATOFISIOLOGI
Pada
gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan
jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya
glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan
metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan
vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain
itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit
ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan
secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.
Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa
terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume
cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin
menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal
mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan
produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga
pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat
pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar
fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju
penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
MANIFESTASI KLINIK
Menurut Suhardjono (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu:
Gangguan pada sistem gastrointestinal:
1. Anoreksia, nausea, dan vomitus b/d gangguan metaboslime protein dalam usus.
2. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
3. Cegukan (hiccup)
4. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
Kulit:
1. Kulit berwarna pucat akibat anemia.
2. Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.
3. Cegukan (hiccup)
4. Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik
Kulit:
1. Kulit berwarna pucat akibat anemia.
2. Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.
3. Ekimosis akibat gangguan hematologis
4. Urea frost akibat kristalisasi urea
5. Bekas-bekas garukan karena gatal
Sistem Hematologi:1. Anemia
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
3. Gangguan fungsi leukosit
3. Ekimosis akibat gangguan hematologis
4. Urea frost akibat kristalisasi urea
5. Bekas-bekas garukan karena gatal
Sistem Hematologi:1. Anemia
2. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
3. Gangguan fungsi leukosit
Sistem Saraf dan Otot:
1. Restles leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan.
2. Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
3. Ensefalopati metabolik: Lemah, sulit tidur, konsentrasi turun, tremor, asteriksis, kejang.
4. Miopati: Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal
Sistem kardiovaskuler:
1. Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam.
2. Nyeri dada dan sesak nafas
3. Gangguan irama jantung
4. Edema akibat penimbunan cairan
Sistem endokrin:
1. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
2. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
3. Gangguan metabolisme lemak.
4. Gangguan metabolisme vitamin D.
Gangguan sistem lain:
1. Tulang : osteodistrofi renal
2. Asidosis metabolik.
1. Hipertensi, akibat penimbunan cairan dan garam.
2. Nyeri dada dan sesak nafas
3. Gangguan irama jantung
4. Edema akibat penimbunan cairan
Sistem endokrin:
1. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki.
2. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.
3. Gangguan metabolisme lemak.
4. Gangguan metabolisme vitamin D.
Gangguan sistem lain:
1. Tulang : osteodistrofi renal
2. Asidosis metabolik.
Sedangkan menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik yang muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:
Umum: Fatiq, malaise, gagal tumbuh, debil.
Kulit: Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia.
Kepala dan leher: Rambut rontok, JVP meningkat.
Mata: Fundus hipertensif, mata merah.
Kardiovaskuler: Hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis, uremik, penyakit vaskuler.
Pernafasan: Hiperventilasi asidosis, edema paru, effusi pleura.
Gastrointestinal: Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolitis uremik, diare yang disebabkan oleh antibiotik.
Kemih: Nokturia, anuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
Reproduksi: Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekosmastia, galaktore.
Saraf: Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma.
Tulang: Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D.
Sendi: Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang.
Hematologi: Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
Endokrin: Multipel.
Farmakologi: Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
1. Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau
diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan.
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein. Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia.
4. Kontrol hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan
diuretik loop, selain obat antihipertensi.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau
diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium
(misalnya, penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium karbonat (500– 3000
mg) pada setiap makan.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi. Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal. Banyak
obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik
opiat, amfoterisin.
9. Deteksi dan terapi komplikasi. Awasi
dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat,
infeksi yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi. Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suhardjono (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium. Untuk
menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menentukan
gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum nitrogen
(BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat,
kalsium menurun, protein menurun.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG). Untuk
melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG). Untuk
mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen. Sebaiknya
tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai
bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV). Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd. Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada. Dapat
terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang. Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar